Monday, August 8, 2011

Inspirasi - Jangan bermain 'complain game'

Dimana saja saya pernah tinggal, saya perhatikan bagaimana sebagian orang senang mengeluh tentang lingkungan mereka. Hal ini menjadi seperti olahraga favorit. Cuaca terlalu dingin atau terlalu panas. Sistem sekolah jelek atau tidak ada restoran yang enak. Terlalu ramai atau tidak ada yg bisa dilakukan, atau orang terlalu picik.

Pekerjaan seseorang merupakan target favorit. Sebagian orang meningkatkan keluhan terhadap pekerjaan mereka menjadi suatu bentuk seni. Sebagai tentara, saya dan teman saya dapat duduk bersama dan berusaha mengungguli satu sama lain tentang bagaimana tidak efisiennya birokrasi sekarang atau tugas yang tidak masuk akal atau petugas yang otaknya tidak berfungsi. Kami dapat mengobrol tentang bagaimana enaknya untuk kembali ke dunia nyata. Saya pikir kami merasa lebih baik ketika menjelek-jelekkan orang yang mengatur kehidupan kami. (Mungkin ini menjelaskan kenapa anak-anak kita banyak sekali mengeluh tentang kita orangtuanya).

Masalahnya adalah, ketika kita terlalu banyak mengeluh, kita menciptakan budaya yang kelam dan akhirnya merasa seperti tahanan. Saya ingat sebuah kartun dimana seorang tahanan berdiri dikelilingi jeruji penjara. Lalu seorang berjalan melewati jeruji itu sementara tahanan itu melihatnya. Kita dapat menciptakan penjara kita sendiri yang tidak terlihat bagi orang lain, atau seperti yang ditulis Richard Lovelace, “ Stone walls do not a prison make, nor iron bars a cage (Bukan dinding batu yang menjadikan sebuah penjara, atau jeruji besi yang menjadikan kandang)” 

Beberapa pasangan mengatakan pada saya bahwa pernikahan mereka akan menjadi lebih baik jika saja mereka bisa pindah ke kota besar. Orang yang lain mengatakan mereka akan lebih senang jika mereka memiliki pekerjaan yang lebih baik atau jika saja atasan mereka berlaku berbeda. Seperti kebanyakan dari kita, orang-orang ini membangun realitas “if only (jika saja)” yang membuat mereka tidak bahagia. 

Kita perlu mengurangi keluhan kita dan mempertimbangkan efeknya terhadap kita dan keluarga kita. Tentu saja, tidak semua keluhan itu buruk. Bisa baik, misalnya, untuk anak kita melihat bagaimana kita mengidentifikasi kekhawatiran yang jelas dan melakukan sesuatu tentangnya. Juga baik bagi mereka untuk melihat kita berdiri menghadapi ketidakadilan atau kefanatikan. Bagaimanapun, kita perlu merasa yakin bahwa kita tidak menciptakan budaya mengeluh yang menyebar seperti virus komputer. Kita tidak mau anak-anak kita hanya melihat dunia yang rusak dan tidak bisa ditolerir. Kita tidak mau mereka belajar bahwa kebahagiaan mereka tergantung pada keadaan yang sempurna. Sebaliknya, kita ingin mereka tahu bahwa mereka bisa memilih untuk menjadi bahagia tanpa kota mereka atau sekolah mereka atau kehidupan mereka hanya dalam bentuk tertentu.

Ada sebuah cerita tua seperti ini. Suatu pasangan datang ke sebuah kota dan melihat seorang tua duduk di depan toko. 

“Kami dengar tempat ini merupakan tempat yang sangat bagus untuk tinggal dan orang-orangnya sangat bersahabat. Benarkah itu ?”

“Ya”, jawab orang tua itu. Pasangan ini tersenyum dan mulai menjelajahi lingkungan baru ini. 

Beberapa menit kemudian, pasangan yang lain datang.

“Kami dengar orang-orang di kota ini tidak bersahabat dan picik. Benarkah itu ?” Tanya mereka. 

“ya.” Jawab si orang tua. Pasangan ini mengangguk dan berjalan pergi. 

Intinya adalah, kedua pasangan ini mungkin benar. Mereka akan menemukan apa yang mereka harapkan untuk diketemukan. Kita juga, melihat apa yang kita harapkan untuk dilihat – tentang lingkungan kita, pekerjaan kita, keluarga kita. 

Untuk yakinnya, keadaan selalu bisa menjadi lebih baik. Kita perlu memutuskan apa yang dapat kita ubah di sekeliling kita dan apa yang harus kita terima. Apapun pilihannya, kita tidak perlu menjadi menderita. Tantangannya adalah untuk menjauhi diskusi “tidakkah itu buruk” yang menghasilnya negativitas dan ketidakbahagiaan. Sebaliknya, kita perlu fokus pada yang positif, melihat niat baik dari orang lain, dan jangan membiarkan setiap situasi menentukan kebahagiaan atau ketidakbahagiaan kita. Jika kita dapat melakukan ini, kita bisa menghindari gaya hidup penuh keluhan dan mulai menikmati dunia yang kita ingin tinggali. Dan anak-anak kita, sebagai gantinya, akan belajar ini dari kita. 

_____________________________________________________________________

Copyright, 1998

Fred P. Piercy

Translated with permission, 2010

 

sumber : http://www.facebook.com/marriage-rebuilders

 

No comments:

Post a Comment