Wednesday, April 15, 2015

Kisah Inspirasi - Belajar Kejujuran dari Penjual Kerupuk

Kisah ini diceritakan oleh Bp Chappy Hakim (mantan KSAU). Pada tahun 1969, saya mengikuti latihan para dasar, terjun payung statik di pangkalan Udara Margahayu Bandung. Menjalani latihan yang cukup berat bersama dengan lebih kurang 120 orang dan ditampung dalam dua barak panjang tempat latihan terjun tempur.

Setiap makan pagi, siang dan malam hari yang dilaksanakan di barak, kami memperoleh makanan ransum latihan yang diberikan dengan ompreng dan atau rantang standar prajurit. Diujung barak tersedia drum berisi sayur, dan disamping nya ada sebuah karung plastik berisi kerupuk milik seorang ibu setengah baya warga sekitar asrama prajurit yang dijual kepada siapa saja yang merasa perlu untuk menambah lauk makanan jatah yang terasa kurang lengkap, bila tidak ada kerupuk. Sang ibu paruh baya ini, tidak pernah menunggui barang dagangannya.

Setiap pagi, siang, dan malam menjelang waktu makan dia meletakkan karung plastik berisi krupuk dan disampingnya diletakkan pula kardus bekas untuk uang, bagi orang yang membeli kerupuknya. Setelah selesai waktu makan, ibu itu datang dan mengemasi karung plastik dengan sisa kerupuk dan kardus berisi uang pembayar kerupuk.

Iseng-iseng saya tanyakan kepada ibu itu, "Apakah ada yang nggak bayar Bu?"

Jawabannya cukup mengagetkan, ibu itu percaya kepada semua siswa latihan terjun, karena dia sudah bertahun-tahun berdagang kerupuk di barak tersebut dengan cara demikian. Hanya meletakkan saja, tidak ditunggu dan nanti setelah semuanya selesai makan, ibu itu datang lagi untuk mengambil sisa kerupuk dan hasil jualannya. Selama itu, dia tidak pernah mengalami defisit. Artinya tidak ada satu pun pembeli kerupuk yang tidak bayar. Setiap orang memang dengan kesadaran mengambil kerupuk, lalu membayar sesuai harganya. Kalaupun ada kembaliannya, si pembeli mengambil sendiri uang kembaliannya di kardus itu.

Demikian seterusnya. Beberapa pelatih terjun, bercerita bahwa dalam pengalamannya, semua siswa terjun payung yang berlatih disitu dan menginap di barak latihan tidak ada yang berani mengambil kerupuk dan tidak bayar. Mereka takut, bila melakukan itu, khawatir payungnya tidak mengembang dan akan terjun bebas serta mati berkalang tanah.

Sampai sekarang, saya selalu berpikir, mengapa orang sebenarnya bisa jujur dan dapat dipercaya, hanya karena pintu kematian berada di depan wajahnya. Bagaimana caranya membuat manusia setiap saat berada dalam kondisi atau suasana latihan terjun? Bagaimana caranya membuat manusia setiap saat dapat jujur dan dipercaya?

No comments:

Post a Comment