Wednesday, December 23, 2015

Kisah Inspirasi - Apapun yang Dimulai dengan Kemarahan Akan Berakhir Malu

Seorang anak laki-laki bernama Peter adalah satu-satunya anak dari orangtuanya. Ia mempunyai bakat seni yang luar biasa. Gambarnya sempurna, ia membuat model yang luar biasa, dan gambarnya pun elegan.

Ayahnya seorang pemabuk, pemarah, dan tidak menghargai karya seni anak itu. Ia sering memarahi dan memukuli anak itu karena membuang-buang waktu dan kertas untuk karya 'tidak berguna' itu. Tapi ibunya yang penuh kasih, mendorong Peter untuk terus berkarya.

Suatu hari, anak itu menggoreskan gambar yang indah di atas meja di rumah dengan menggunakan ujung pisau yang tajam. Ayahnya melihat karyanya dalam keadaan mabok. Ia geram melihat mejanya tergores dan dengan keras menyalahkan anaknya tanpa ampun. Sang ibu membela anaknya, tapi ia juga menerima pukulan amarah dari ayahnya.

Anak itu lari dari rumah, menangis dengan keras, tak tahan pada kekejaman ayahnya. Ia begitu sedih dan dengan pahit menyatakan tidak ingin kembali ke rumahnya. Orangtuanya kemudian mencari ke mana-mana, tapi tidak bisa menemukannya. Mereka sangat sedih. Sang ibu tidak bisa berhenti mengeluarkan air mata, hingga ia jatuh sakit.

Peter pun pergi dengan naik kereta api dan sampai di sebuah kota yang jauh. Setelah melakukan beberapa pekerjaan kasar dengan upah yang sedikit, ia bergabung dengan biro iklan terpampang pada sebuah papan billboard. Bakat seni yang dimiliki Peter membuatnya sukses dalam profesi barunya dan secara bertahap dia mendapatkan uang yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya. Ia pun tumbuh menjadi seorang pria muda yang sehat dan seniman berbakat.

Peter sering berpikir tentang keluarganya dan merasa kasihan terhadap orangtuanya di usia tua mereka. Dia menulis beberapa surat yang ditujukan kepada ibunya, tapi tidak bisa mendapatkan balasan apapun. Akhirnya ia kembali ke desa asalnya, ingn meminta ampun atas tindakannya dan berdamai dengan orangtuanya. Ketika sampai di tempat di mana mereka pernah tinggal, ia terkejut  melihat sebuah rumah mewah baru berada di gubuk tuanya. Pemilik rumah baru mengatakan bahwa ia telah membeli tanah dari ayah Peter ketika ia meninggalkan tempat itu. Dia menambahkan bahwa ibu Peter meninggal segera setelah anaknya meninggalkan mereka. Para tetangga tidak tahu tentang keberadaan ayah Peter.

Tak tahan mendengar kisah sedih atas kematiannya ibunya dan karena tindakannya itu, Peter kembali ke tempat kerjanya. Kemudian perusahaannya membuka cabang di kota dekat tempat asal Peter. Peter ditawari pindah ke cabang baru dan ia siap menerimanya. Mencapai tempat baru, ia tinggal di sebuah rumah kontrakan. Karena ia hanya membutuhkan sedikit uang untuk membayar kontrak rumah, ia memutuskan untuk membeli beberapa perabot murah untuk rumahnya. Ia mengunjungi toko yang menjual furnitur bekas.

Saat memeriksa beberapa furnitur bekas, ia terkejut ketika melihat sebuah meja tua dengan angka tergores di atasnya. Ia mengamati dengan seksama dan menemukan bahwa angka itu yang digoreskannya di atas meja ketika ia masih anak-anak. Dengan mudah ia bisa mengenali meja itu.

Bergegas ia pergi ke pemilik toko, lalu bertanya dari mana dan dari siapa ia mendapat meja tua. Pemilik berpikir sejenak dan teringat pembeliannya dari beberapa potong digunakan furnitur dari pondok seorang pemabuk tua. Pak tua itu sangat miskin dan menjual perabotan rumahnya karena ia tidak punya uang untuk membeli makanan dan minuman. Dia ingat gubuk itu dan memberi arah kepada Peter untuk mencapai pondok pak tua itu.

Peter berlari ke pondok itu dan bertemu dengan ayahnya yang sudah tua di sana. Ayahnya sangat kurus setelah bertahun-tahun  menderita sakit dan miskin. Peter tersungkur di kaki ayahnya dan memohon ampun dari ayahnya. Ia membaaw ayahnya ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan medis yang diperlukan. Lalu, ia membawa ayahnya ke rumahnya dan dengan lembut penuh kasih merawat orangtua itu hingga sehat dan bahagia. Mereka pun tinggal di rumah itu dengan damai.

Tuhan telah  merancang sebuah keluarga menjadi dalam rupa surga. Keluarga adalah yang pertama dan terbaik yang didirikan oleh Tuhan. Orangtua harus berdiri di antara anak mereka, dan Allah, bukan sebagai dinding pemisah tetapi sebagai penghubung.

Kecanduan alkohol telah merusak kehidupan jutaan orang. Kita harus menjauhkan diri dari kebiasaan berbahaya ini dan berdoa agar kasih karunia Tuhan mengubah para pecandu alkohol dan obat-obatan.

Benjamin Franklin pernah mengatakan, "Apa pun yang dimulai dengan kemarahan, akan berakhir dengan malu." Maka, mari mengingat bahwa kemarahan hanya akan membawa kita pada bahaya.

Mari kita juga menghormati dan mencintai orangtua kita. Ingatlah bahwa kita berutang hidup kepada mereka. Bagaimana kita bisa membayar mereka untuk semua yang telah mereka lakukan untuk kita?

No comments:

Post a Comment