Wednesday, December 23, 2015

Kisah Inspirasi - Kisah Cermin yang Terlupakan

Suatu ketika, sepasang suami istri Smith, mengadakan garage sale, untuk menjual barang-barang bekas yang sudah tidak mereka butuhkan lagi. Mereka sudah setengah baya, dan anak-anak mereka telah berumah tangga sendiri.

Kini waktunya bagi mereka untuk membenani rumah, dan menjual barang-barang yang sudah tidak dibutuhkan lagi. Saat mengumpulkan barang-barang yang akan dijual, mereka menemukan benda-benda yang sudah sedemikian lama tersimpan di gudang. Salah satu di antaranya adalah sebuah cermin yang mereka dapatkan sebagai hadiah pernikahan mereka, beberapa puluh tahun yang lampau.

Sejak pertama kali diperolehnya, cermin itu sama sekali tidak pernah digunakan. Bingkainya berwarna biru air membuat cermin itu tampak buruk dan tidak cocok untuk diletakkan di ruangan manapun di rumah mereka. Namun, karena tidak ingin menyakiti orang yang menghadiahkannya, cermin itu tidak mereka kembalikan.

Akhirnya, cermin itu teronggok di lotong. Dan setelah puluhan tahun berlalu, mereka berpikir orang yang memberikannya tentu sudah lupa dengan cermin itu. Mereka pun mengeluarkannya dari gudang dan meletakkan bersama dengan  barang lain untuk dijual keesokan harinya.

Garage sale yang mereka adakan ternyata mendapat banyak peminat. Halaman rumah mereka penuh oleh orang-orang yang datang untuk melihat barang bekas yang mereka jual. Satu persatu barang bekas mereka mulai terjual. Perabot rumah tangga, buku-buku, pakaian, alat berkebun, mainan anak-anak, bahkan radio tua yang sudah tidak berfungsi pun sudah terjual.

Tiba-tiba seorang pria menghampiri Ny. Smith, tanyanya, "Berapa harga cermin itu?" sambil menunjuk cermin yang tak terpakai.

Ny. Smith tercengang, "Wah, saya sendiri tidak berharap akan menjual cermin itu. Apakah Anda sungguh ingin membelinya?"

"Ya, tentu saja. Kondisinya masih sangat bagus," jawab pria itu.

Ny. Smith tidak tahu berapa harga yang pantas untuk cermin jelek itu. Meskipun sangat mulus, namun baginya cermin itu tetaplah jelek dan tidak berharga.

Setelah berpikir sejenak, Ny. Smith berkata, "Hmmm… Anda bisa membeli cermin itu seharga satu dolar."

Dengan wajah berseri-seri, pria tadi mengeluarkan dompetnya, menarik selembar uang satu dolar dan memberikannya kepada Ny. Smith.

"Terima kasih," kata Ny. Smith, "Sekarang cermin itu menjadi milik Anda. Apakah perlu dibungkus?"

"Oh, jika boleh, saya ingin memeriksanya sebelum saya membawa pulang," jawab pria itu.

Ny. Smith mengizinkan. Pria itu bergegas mengambil cermin dan meletakkannya di atas meja di depan Ny. Smith. Ia mulai mengupas pinggiran bingkai cermin itu. Dengan satu tarikan ia melepaskan lapisan pelindungnya dan muncullah warna keemasan dari baliknya. Bingkai cermin itu ternyata bercat emas yang sangat indah. Warna biru air yang selama ini menutupinya hanyalah warna dari lapisan pelindung bingkai itu.

"Ya, tepat seperti yang saya duga. Terima kasih!" sorak pria itu dengan gembira.

Ny. Smith tidak bisa berkata-kata menyaksikan cermin indah itu dibawa pergi oleh pemilik barunya, untuk mendapatkan tempat yang lebih pantas daripada loteng rumah yang sempit dan berdebu.

Demikianlah bagaimana kita melihat hidup kita. Terkadang kita merasa hidup kita membosankan, tidak seindah yang kita inginkan. Kita melihat hidup kita berupa rangkaian rutinitas yang harus kita jalani. Bangun pagi, pergi bekerja, pulang sore, tidur, lalu bagun pagi lagi, pergi bekerja, pulang sore, dan tidur lagi. Itu saja yang kita jalani setiap hari.

Padahal, di balik rutinitas hidup kita, ada banyak hal yang bisa memperkaya hidup kita. Setiap saat yang kita lewati, hanya bisa kita alami satu kali seumur hidup kita. Setiap detik yang kita jalani, hanya berlaku satu kali dalam hdiup kita. Setiap detik adalah pemberian baru dari Tuhan untuk kita.  Akankah kita menyia-nyiakan dengan terpaku pada rutinitas? Akankah kita membiarkan waktu berlalu dengan merasa hidup kita tidak seperti yang kita inginkan?

Setelah puluhan tahun, barulah Ny. Smith menyadari nilai sesungguhnya dari cermin tersebut. Apakah kita ingin menyadari keindahan hidup kita setelah segalanya terlambat? Tentu saja tidak, bukan?

Oleh karena itu, marilah kita mulai mengikis pandangan kita bahwa hidup hanyalah rutinitas belaka. Mari kita mulai mengelupas rutinitas itu dan menemukan nilai sesungguhnya dari hidup kita. Mari kita mulai menjelajah hidup kita, menemukan hal-hal baru, dan belajar lebih banyak mengenal orang yang lebih baik. Mari kita melakukan sesuatu yang baru.

Mari kita membuat perbedaan.

No comments:

Post a Comment