Friday, September 5, 2014

Fwd: Inspirasi - Denganmu Selalu Bahagia, Ayah

Berikut ini kisah seorang guru musik yang menderita claustrophobia, yaitu takut akan ruangan sempit dan tertutup, yang terjebak dalam lift. Ia mengambil kesempatan untuk merekam perasaannya tentang ayahnya.

Satu menit yang lalu, aku adalah seorang guru musik paruh waktu berumur 31 tahun. Selanjutnya, aku berubah menjadi salah satu siswa TK, bernapas, dan menangis tak terkendali, berharap ayah dan ibu datang menyelamatkanku. Itulah yang terjadi bila mengalami claustrophobia.

Orangtuaku tinggal nun jauh di sana, dan saat ini aku terjebak dalam lift di gedung bertingkat tinggi. Ini persis seperti yang aku takutkan ketika melihat apartemen baru teman terbaikku. Kecuali aku ingin menaiki 15 anak tangga, peti mati logam ini adalah satu-satunya cara naik.

Aku berdoa dan naik dengan lift. Aku baik-baik saja, sambil lift tersentak dan kemudian berhenti di antara dua lantai. Uh, Tuhan sedang bermain-main denganku.

Aku mencoba mengambil napas, membuang napas. Aku pun menjatuhkan badanku ke lantai, menekuk lutut, dan menenggelamkan kepalaku di antara lutut. Aku membayangkan pergi ke tempat yang menyenangkan. Mungkin karena besok adalah Hari Ayah, aku membayangkan bagaimana Ayah menghiburku ketika masih kecil. "Berikan aku ciuman!" itu katanya.

Tiba-tiba aku membuka mataku. Mataku berkaca-kaca. Aku melihat sebuah pintu kecil di bawah panel tombol. Telepon darurat. Terima kasih Tuhan! Aku menyambar gagang telepon. "Aku terjebak di sini! Tolong aku keluar!" Paling tidak, mungkin mereka yang mendengarku bisa menyampaikan kata-kata terakhirku untuk keluargaku.

"Kami sedang mengusahakannya, Bu," jawab sebuah suara. "Aku tahu kau marah, tapi semakin lama kita saling menelepon, semakin lama pula Anda akan terbebas."

Aku pun menutup telepon segera. Aku mengaduk-aduk tasku. Tanganku memegang tape recorder mini yang biasa kugunakan di kelas. Sambil menunggu, aku merekam suaraku sendiri, memberitahu semua orang betapa aku mencintai mereka. Aku pun mulai merekam. Kumulai dengan Ayah. Aku merekam suaraku, kutakakan pada Ayah betapa aku mencintainya.

Tak lama, pintu lift itu pun terbuka. Ah, aku pun terselamatkan. Hampir saja aku melompat ke pelukan si penolong. Ia pun membawaku turun.

Aku pergi ke rumah orangtuaku dan menceritakan kejadian yang baru saja aku alami. Lalu aku menyerahkan sebuah hadiah untuk Ayah. Ia tampak bingung. "Sebuah tape recorder?" tanyanya.

"Tekan, lalu putar saja, Yah," kataku.

Ayah mendengarkan pesan dari tape recorder itu. "Ini adalah hadiah terbaik yang kau berikan padaku," katanya. Ayah tampak berkaca-kaca.

No comments:

Post a Comment